Total Tayangan Halaman

Kamis, 21 April 2011

Mengomentari Kasus Makam Keramat 'Mbah Periuk'

Koran Republika tanggal 20 April 2011 memuat hasil penelitian kasus makam Mbah Periuk yang sempat menelan korban tiga orang tewas pada peristiwa perebutan lahan antara ahli waris dan Pemerintah Daerah pada bulan April 2010 yang lalu.
Penelitian ini dilakukan oleh MUI dan sudah dibukukan dengan judul ' Bayani wat Tahqiq' ( mempeerjelas dan menguji kebenaran).
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu 1 Juni s.d 31 Juli. Hasil penelitian ini mengungkap sosok 'Mbah Periuk' yang makamnya dikeramatkan oleh sebagian warga.
Menurut penelurusan penelitian ini, Mbah Periuk ini bernama Hasan al-Habib bin Muhammad al-Haddad. menurut ahli warisnya dia lahir tahun 1727 dan meninggal 1756. Dia meninggal dalam perjalanan laut dari Palembang menuju Batavia dalam usia 29 tahun.
Habib al-Haddad ini keturunan ke tiga dari Habib Hamid, seorang mufti Palembang yang meninggal tanggal 19 Juli 1820.
habib al-Hasan ini seorang pedagang dan meninggal masih dalam keadaan bujangan.
Munculnya pengeramatan terhadap sosok Habib al Hasan ini dari cerita yang muncul bahwa nama Tanjung Periuk itu diambil dari nama peristiwa yang menimpa Habib al-Hasan. ketika perjalanan dari Palembang menuju batavia, perahunya di hantam badai. Badai pertama menghanyutkan barang-barang bawaannya. badai kedua menghatanm perahunya sehingga perahu hancur dan tidak tersisa kecuali periuk untuk menanak nasi dan dayung sampan. Habib al-Hasan sendiri di bawa oleh ribuan ikan hiu sampai ke bibir pantai. Baik Habib al-Hasan maupun barang yang tersisa berupa dayung dan periuk ditemukan warga di bibir pantai. Jasad Habib al-Hasan kemudian dimakamkan warga, dayung samapan dijadikan misannya dan periuk nasi di simpan diatas nisan.
Dari perjalanan kehidupan Habib al-Hasan tersebut belakangan menuai kritik latar belakang pengeramatan makam tersebut. Apabila dibandingkan dengan riwayat hidup makam-makam lain yang dikeramatkan terdapat kelebihan-kelebihan dari orang yang dimakamkan. misalnya seorang ulama besar, mempunyai kekuatan supranatural, orang-orang yang saleh dan suci serta orang berjasa pada rakyat. Habib al-Hasan ini, apabila di liat dari riwayat hidupnya tidak ditemukan ciri-ciri dari penyebab orang yang dikeramatkan, karena beliau sendiri adalah seorang pedagang, kemudian dari segi usia masih muda, sehingga kalau disebut jasa-jasa pada rakyat belum terlihat.
Kemudian jenazahnya sendiri masih dipeertnyakan apakah masih tersimpan dalam makam atau sudah dipindahkan. Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber menyatakan bahwa jenazahnya sudah dipindah dari Pondok Dayung ke TPU dobo.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apa motivasi dibalik pengeramatan makam Habib al-Hasan ini, apakah motivasi untuk mempertahankan lahan dari pihak ahli waris, ssehubungan meraka gagal menunjukkan bukti kepemilikan lahan tersebut, ataukah motif ekonomi?
Penelitian ini sendiri sayangnya baru dilakukan dan dipulikasikan kepada warga masyarakat, sementara warga masyarakat sudah terlebih dahulu meyakini kekeeramatan makam ini.
Kejadian konflik horizontal yang terjadi pada bulan April 2010 lalu menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pihak untuk menangani suatu persoalan, sekilas mungkin tampak sederhana, tetapi pada tataran penyelesaiannya sulit dilakukan. Pihak pemerintah sendiri, khususnya Pemda DKI, sekalipun pengadilan memutuskan bahwa lahan tersebut milik pemda, hendaknya mengedepankan menghindari mudharat yang lebih besar ketimbang maslahat yang lebih kecil.
penulis tanpa bermaksud memberikan justifikasi pada kasus ini, karena bukan wilayah penulis, tetapi sekedar urun rembuk menghadapi masalah sosial yang muncul dan semakin komplek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar