Total Tayangan Halaman

Rabu, 12 Mei 2010

Widiaiswara

Tadi saya bertemu dengan seorang guru dari Jambi yang menginap di BDK Jakarta. Kantanya dia habis workshop di Cisarua Bogor. Dia bertanya Apakah Bapak pernah jadi guru? saya Jawab :" Saya pernah jadi guru MI, Mts, MA dan sekarang menjadi Widiaiswara". " Pak, apa enaknya menjadi widiaiswara?". Saya bingun menjawabnya, karena yang ditanya 'enak'. saya merenung sebentar, 'apa ya enaknya menjadi widiaiswara". Dalam pikiran saya memang bahwa belum banyak orang yang mengetahui tentang profesi widiaiswara. Profesi ini tidak begitu terkenal seperti profesi guru dan dosen. Padahal widiaiswara , dosen dan guru sama saja. Widia artinya ilmu, iswara artinya menyebar luaskan. jadi widiaiswara berarti menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Perbedaan guru dan dosen dengan widiaiswara adalah pada peserta didik yang diajari. Kalau guru tugasnya mengajari siswa, dosen mengajari mahasiswa, sementara widiaiswara mendidik dan mengajar pegawai agar mereka mempunyai pengetahuan tentang pekerjaan mereka dan meningkatkan kompetensi mereka dibidang pekerjaannya.
Nah kembali pertanyaan guru tadi, apa enaknya jadi widiaiswara? ukuran enak disini apa dulu, layaknya makanan, bagi saya lidah sumatra, akan lebih enak makanan sumatra, tapi bagi teman saya mas Thohari dari Surabaya, dia akan bilang lebih enak masakan Jawa . Jadi kalau begitu masalah 'enak' tergantung selera. sulit untuk mencari ukuran enak, kalau ukuran enak itu jumlah rupiah yang diterima, kelihatannya tidak dapat dijadikan sebagai ukuran enak. Koruptor itu enak menerima uangnya, tetapi tidak enak dipenjarakan atau terhenti karirnya setalah menikmati hasil korupsinya.
Saya katakan kepada guru tadi, "sama-sama enak pa", jadi guru enak, dosen enak dan widiaiswara enak apabila kita dapat menikmati dan menghayati tugas kita sebagai agent of culture tranformation (agent transfer kebudayaan), agen perubahan, menyebarluaskan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak bangsa tercnita ini. Ilmu adalah segalanya, dengan ilmu engkau peroleh dunia dan dengan ilmu engakau peroleh akhirat.
Mengabdilah untuk ilmu, karena ilmu itu menjadi sadaqah jariyah yang terus mengalir pahalanya, sekalipun jasad orang tersebut sudah lebur dengan bumi. Hidup WI....

Memahami diri dan orang lain

Allah menciptakan manusia dari tanah. tanah itu sendiri bermacam-macam, ada tanah humus, liat, berpasir, basah, kering, berlumpur. Dari segi warna, ada yang hitam, merah, coklat dsb. ini menjadi gambaran bagaimana Allah menciptakan manusia dengan berbagai bentuk rupa, warna kulit, watak, kepribadian, orientasi hidup, cara berpikir. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena sudah menjadi fitrah manusia.
perbedaan tanah asal kejadian manusia, lingkungan dimana dia hidup, masyarakat yang membentuk kepribadiannya, latar belakang pengalaman, latar belakang pendidikan menyebabkan terjadinya perbdedaan yang sangat tajam diantara manusia. Jangankan manusia yang terlahir dengan perbedaan dari segi wilayah, masa dilahirkan, lingkungan dimana ia hidup, antara dua orang kakak beradik pun terdapat perbedaan tajam dalam sifat, watak, kepribadian dan dpola hidup.

Disisi lain manusia adalah makhluk yang hidup bersosial, artinya dia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tergantung kepada orang lain.
Ketika terjadi hubungan sosial diantara manusia yang datang dari latar belakang yang berbeda, tidak jarang terjadi tarik menarik kepribadian. ada yang ingin dominasi, mengalah, acuh dan bekerjasama.

Pada saat sosialisasi ini terjadi, tanpa diminta akan terjadi konflik diantara individu-individu yang saling berbeda tadi untuk mencari titik persamaan diantara mereka. Karena tanpa ada unsur persamaan, manusia sulit bersatu dan disatukan. Fitrah manusia ingin mencari persamaan dirinya dengan orang lain. Dengan kata lain, manusia pada dasarnya ingin mencari kembarannya dimuka bumi, dan ia merasa nyaman dan aman dengan orang yang terdapat unsur persamaan diantara mereka.

Peerbedaan tidak dapat dihindari, persamaan dibutuhkan untuk menjadi komunitas, lau bagaimana agar kedua kutub ini bisa dijembatani?
Agar kedua kutub ini dijembatani maka dibutuhkan beberapa hal:
1. Kesedian untuk saling menerima perbedaan satu sama lain. Perbedaan tersebut bukan dijadikan sebagai ajang konflik, melainkan saling melengkapi satu sama lain.
2. Jangan menonjolkan perbedaan tetapi dicari unsur persamaan, misalnya satu tujuan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.
3. Perlu aturan norma yang disepakati bersama, agar masing-masing mengikuti konsensus yang dibuat bersama.
4. Perlu ada seorang pemimpin yang kuat untuk pemersatu, yang bertindak sebagai, mediator, motivator dan fasilitator mendorong anggoata kelompok dapat bekerjasama satu sama lain.













d

Rabu, 05 Mei 2010

Baiti Jannaty

Rasulullah bersabda, bahwa Rumahku adalah sorgaku. ini bermakna bahwa keluarga, anak, isteri, saudara-saudara merupakan sumber dari kebahagiaan di dunia. Orang yang mencari kebahagiaan di luar keluarganya, pada dasarnya dia sedang mengejar bayang-bayang daan mengikuti lamunannya.
Keluarga menjadi benteng pertama moral umat, apabila keluarga berantakan, masyarakat yang terdiri dari gabungan keluarga tersebut akan menjadi hancur. perhatikan saja contohnya, banyaknya kebobrokan moral, ini berasal dari keluarga yang tidak berfungsi mengadakan kontrol sosial untuk keluarganya sendiri. Andaikan fungsi kontrol keluarga berjalan baik, kebejatan moral diluar rumah dapat diminimalisir.